New Year 2014

Satu tahun telah berlalu dan yang baru datang. Perayaan meriah dilakukan di seluruh bagian dunia ini. Manusia membakar uang yang tak ternilai dalam bentuk kembang api dan perayaan yang begitu luar biasa meriah. Begitu banyak orang bersuka ria dijalan-jalan menyongsong datangnya tahun baru ini. Tanpa disadari, banyak orang juga yang berduka karena kehilangan orang yang mereka kasihi yang tak diberi kesempatan oleh Tuhan melewati tahun 2013. Lebih lagi tidak disadari, bahwa tertutupnya tahun 2013 juga merupakan suatu fakta bahwa kita 1 tahun lagi kita lebih mendekat kepada ajal kita masih-masing.

Manusia adalah satu-satunya mahluk yang diciptakan Allah yang memiliki sense akan waktu yang begitu tajam. Ketika manusia memasuki tahun baru, maka manusia memiliki suatu perasaan ada perbedaan pada pergantian tahun lagi, padahal jikalau dipikir, sebenarnya tahun baru sama seperti pergantian hari yang lainnya bukan? Hal ini diresponi dengan berbagai macam bentuk aktifitas mulai dari berpesta, berkumpul bersama keluarga atau merenungi perjalanan sepanjang tahun 2013. Bagaimana kita sebagai orang Kristen harusnya beresepon?

Akhir tahun 2013 dipenuhi dengan berbagai acara yang benar-benar membuka mata saya pribadi. Dimulai dari Konvensi Injil Nasional(KIN) yang merupakan suatu acara dimana dua ribu lebih hamba Tuhan dan penginjil-penginjil yang mengabarkan Injil di seluruh Indonesia dikumpulkan untuk diajarkan doktrin yang benar sehingga kembali berkobar dan dapat kembali mengabarkan Injil yang sejati di tempat masing-masing. Kemudian diikuti dengan Kebaktian Pembaruan Iman Nasional(KPIN) yang merupakan seri kebaktian dari seratus kota di Indonesia dengan panggilan pertobatan. KPIN waktu itu adalah KPIN ke 68 di kota Jakarta sendiri. Kemudian pada akhir tahun ditutup dengan National Reformed Evangelical Convention(NREC) yang merupakan acara retret dengan isi sesi penuh dari pagi sampai malam untuk lebih mengenal pekerjaan Tuhan dalam iman, pengetahuan dan pelayanan.

Ketiga seri acara tersebut membuka mata saya akan betapa besar pekerjaan Tuhan yang nyata terjadi di depan mata saya ini. Saya menyaksikan bagaimana suatu gerakan yang dipimpin seseorang hamba Tuhan dapat mengumpulkan dua ribu lebih hamba Tuhan dari seluruh Indonesia untuk belajar Firman, dapat mengundang tiga belas ribu warga Jakarta dan sekitarnya untuk mendengarkan Firman tanpa kesembuhan atau mujizat-mujizat sebagai kedok dan terakhir dapat memimpin kebaktian malam hari dalam retret sambil terus memperhatikan setiap sesi yang berlangsung selama siang harinya. Suatu pekerjaan Tuhan yang begitu luar biasa yang tidak mungkin manusia saja dapat melakukannya. Pastilah Tuhan sendiri yang bekerja melalui acara-acara ini.

Namun setelah menyaksikan pekerjaan Tuhan yang begitu luar biasa timbul pertanyaan dalam diri saya, “Pekerjaan Tuhan begitu nyata di depan mata saya. Lalu, dimanakah peranan saya? Apakah saya akan terus tinggal diam dan menyaksikan pekerjaan Allah dari pinggir lapangan di kemudian hari?” Dari pertanyaan ini, saya terus bergumul dan memikirkan bagaimana saya tidak hanya menjadi penonton saja, melainkan menjadi seseorang yang ikut bekerja dalam penggenapan rencana Allah dalam dunia ini.

Saya bukanlah tipe orang yang dengan mudah mengangkat tangan ketika ada panggilan untuk melayani sebagai hamba Tuhan. Karena saya memahami, walau tangan yang diangkat berarti kita rela dipakai, namun masih belum tentu Tuhan mau memakai kita. Di sisi lain, walaupun kita tidak dipanggil sebagai hamba Tuhan (penginjil dan pendeta), namun kita tetap dituntut untuk hidup seutuhnya bagi Kristus. Hidup seutuhnya ini benar-benar berarti kita menyerahkan seluruh hidup kita hanya bagi kemuliaan NamaNya saja. Segala kenikmatan diri harus kita tinggalkan, menggantinya dengan salib yang Kristus telah berikan dan mengikut Dia. Menyadari hal ini, saya semakin mengerti perasaan Yesaya ketika ia mengatakan, “Ini aku, utus aku!” Hal ini bukan merupakan hal yang mudah terucapkan dengan kesadaran penuh. Karena dengan mengatakan demikian, Yesaya harus menerima segala sakit hati, pedih dan salah sangka yang ditentukan Tuhan olehnya untuk dipikulnya nanti. Ketika mengangkat tangan, itu berarti berarti tidak ada lagi hidup yang santai, hidup yang dinikmati, hidup yang mengejar keinginan diri; tidak ada lagi hidup semacam itu. Yang ada hanay hidup yang bagaimana Tuhan dapat memakainya, memerasnya sebagai alatNya untuk menjadikan kehendakNya di dunia ini.

Kesadaran ini membuat saya terus takut untuk mengangkat tangan setiap kali ada altar call pada kebaktian kebangunan roahni yang sebelumnya saya pernah hadiri. Bahkan pada event NREC pun saya masih sangat takut untuk mengangkat tangan. Sampai suatu titik, ketika saya berbincang-bincang dengan seseorang pemuda yang memiliki hati yang begitu murni untuk melayani Tuhan. Dari sana saya terdorong untuk mengambil keputusan. Setelah saya pikirkan lagi, ketika saya berdoa meminta kepada Tuhan untuk lebih mengnalNya, lebih mengasihiNya dan lebih taat kepadaNya, kita sering sekali menjauh dari jawaban Tuhan sendiri. Tuhan sering sekali menjawab doa kita tanpa kita sadari, dan tanpa kita sadari juga kita sering menghindari jawaban tersebut. Waktu itu saya terus merenung dengan intens, mau sampai kapan saya melarikan diri?

Pada akhirnya, saya menyimpulkan, jika terus direnungkan, maka tidak akan pernah selesai perdebatan antara pro dan kontra dalam diri kita sendiri. Saya menetapkan, stop berpikir terus, dan akhirnya saya berdoa dan mengangkat tangan di hadapan Tuhan bahwa saya akan menyerahkan diri untuk melayani Tuhan saja. Saya tidak tahu saya siap atau tidak, kuat atau tidak, mampu atau tidak. Namun saya memiliki keyakinan bahwa Tuhanlah yang menyiapkan, menguatkan dan memampukan saya untuk melayani diriNya. Saya tahu jalan ke depan tidaklah akan mudah, namun saya percaya bahwa Tuhan yang telah memimpin hamba-hambaNya yang sejati sepanjang zaman akan memimpin saya juga. Hal ini juga dengan cepat dilanjutkan dengan konteks pelayanan yang Tuhan tiba-tiba dorong saya untuk terlibat dan saya juga hampir melarikan diri lagi. Namun Tuhan begitu ajaib membuat saya tetap memberanikan diri untuk masuk dalam pelayanan ini.

Sering kali kita meminta kepada Tuhan agar Dia memimpin hidup kita, memberkati hidup kita atau agar kita lebih mengasihiNya. Namun tak jarang juga kita melarikan diri dari apa yang Tuhan jadikan jawaban doa kita. Dari pengalaman ini saya belajar, bahwa Tuhan itu hidup dan bekerja secara aktif dalam hidup umatNya. Kiranya kita semua boleh ikut belajar bergumul, akan apa yang dikehendaki Tuhan dalam hidup kita dan boleh taat kepada segala tuntunanNya dalam hidup kita. Agar apa yang menjadi jawabanNya boleh menjadikan kita manusia yang sedikit lebih menyerupai Kristus Tuhan kita dan boleh membuat hidup kita menjadi persembahan yang harum bagiNya.


Soli Deo Gloria!


Comments