Perikop ini dilanjutkan Paulus dengan harapan dalam salib
Kristus yang menyelamatkan kita dari maut. Kemudian Dia akan mengabarkan injil
dan harapan tersebut pada kita yang seharusnya tidak ada dalam perjanjian awal
namun dianggap sama dengan orang Yahudi waktu itu. Supaya kita ciptaan yang mulia
ini boleh menjadi anakNya dan bukan lagi jadi orang asing di mata Tuhan, namun
menjadi anggota keluarga Sorga.
Kali ini mari kita merenungkan makna menjadi seorang anak. Bayangkan
diri kita sebagai seseorang anak kecil yang hidup di tempat kumuh. Kita mungkin
akan terbiasa hidup seperti itu, hidup yang kumuh tanpa masa depan. Namun suatu
ketika, oleh kedaulatan Tuhan kita diperbolehkan untuk melihat daerah terang
dalam kemuliaanNya dan melihat bagaiman seharusnya kita hidup, bukan dalam
tempat kumuh ini. Maka sejak saat itu, akan terjadi perubahan cara pandang
kita. Ketika kita mengetahui apa yang berharga dan apa yang tidak berharga
dengan axiology yang benar, maka kita akan secara automatis mengejar yang lebih
berharga.
Lebih dari itu, suatu hari seorang dermawan dari daerah
terang tersebut melihat kita yang mencariNya dan mengangkat kita sebagai
anakNya. Bagaimana bahagianya hidup kita! Hidup yang tadinya tidak mengetahui
harus apa tiba-tiba menjadi jelas harus melakukan apa, yaitu MENGEMBALIKAN
SEGALA KEMULIAAN TERSEBUT KEPADANYA. Seperti
tema dari perikop-perikop sebelumnya, dimana kita diajak untuk memenuhi panggilan
kita sebagai orang percaya, hanya dengan itulah kita dapat boleh sedikit
membuat hati Tuhan yang mengangkat kita menjadi anak menjadi bersukacita.
Kiranya kita boleh membayangkan kondisi kita ini yang sudah
dipilih menjadi anakNya. Dimana kita harus berespon dengan tepat terhadap anugerah
yang sudah kita terima.
Comments
Post a Comment