Paulus memulai ayat baru ini dengan menyatakan bahwa ketika
ia sudah tidak tahan lagi terpisah dengan jemaat di Tesalonika, ia mengirimkan
Timotius rekannya yang sangat dekat dengan Paulus. Hal ini berarti Paulus pun
ditinggalkan sendiri. Hal ini dilakukannya sebagai salah satu usahanya untuk
terus memelihara gereja walaupun itu berarti mengorbankan kebutuhannya sendiri.
Dari sikap Paulus ini kita dapat belajar sebuah sifat
penting dalam kekristenan, yaitu selflessness.
Selflessness berarti sikap dimana
kita tidak lagi mementingkan diri sendiri dan hanya mementingkan kepentingan
Allah saja. Hal ini menjadi salah satu ciri-ciri umat Allah yang sejati juga. Seluruh
murid-murid Yesus harus berakhir dengan tragis karena mengabarkan Injil ke
berbagai tempat. Mereka bukannya tidak punya pilihan untuk kembali ke hidup
mereka yang dahulu sebelum bertemu Yesus. Namun ketika Yesus memanggil mereka
kembali, mereka langsung kembali dan meninggalkan segalanya lagi dan mengikut
Kristus dan mengabarkan Injil.
Sikap satu ini sudah jarang ditemukan lagi di gereja
sekarang. Banyak orang yang masih dianugerahi kesempatan pergi ke gereja, beribadah
kepada Tuhan dan mendengarkan Firman sejati namun justru tidak memanfaatkan
kesempatan tersebut. Hujan sedikit, tidak pergi ke gereja. Tidak ada yang
mengantar, tidak pergi k egereja. Karena alasan-alasan sepele kita sering
melupakan Tuhan. Padahal di tempat lain banyak orang yang demi beribadah saja
harus mempertaruhkan nyawa.
Sebagai orang Kristen, kita harus lebih mengerti betapa pentingnya
Kristus bagi hidup kita. TanpaNya hidup kita semua adalah sia-sia. Bukankah
kita akan berjuang mati-matian demi orang yang kita cintai? Mari kita sekalian
lebih mengasihi Allah kita yang telah lebih dahulu mengasihi kita semua. Agar
hidup kita boleh menjadi hidup yang berkenan bagi diriNya. Hidup kita bukan untuk diri kita, namun untuk Kristus saja.
Gambar diambil dari: http://catholiclane.com/wp-content/uploads/carrying-the-cross-daily.jpg
Comments
Post a Comment