Setelah membaca sebuah artikel di bulletin pillar edisi
September kemarin, ada sebuah artikel yang terus menggelitik pikiran saya.
Artikel yang saya maksud adalah artikel berjudul “The Age of Great Distraction” (http://www.buletinpillar.org/artikel/the-age-of-great-distraction).
Artikel ini kurang lebih membahas mengenai dunia ini yang sudah tidak lagi
terfokus kepada Allah karena banyaknya pengalih perhatian. Namun ada suatu
bagian yang menarik bagi saya, yaitu mengenai statement YOLO.
YOLO adalah singkatan dari kalimat you only live once.Kalimat ini mengacu pada hidup yang harus
dinikmati sampai sepuas-puasnya karena kita hanya hidup sekali saja. Tema ini
selain popular di kalangan pemuda, juga diangkat oleh berbagai
penyanyi-penyanyi sebagai tema lagu mereka. Kalimat ini seakan-akan sudah
menjadi spirit dari era ini. Hidup
seorang manusia menjadi terpusat pada memuaskan diri sendiri dan mencari
kebahagiaan semu.
Hidup manusia sekarang menjadi hanya mencari kebahagiaan
semu. Sebagai contoh, orang selama 12 tahun bersekolah mati-matian mulai dari
SD, SMP dan SMA, kemudian melanjutkan kuliah 4 tahun lagi (total 16 tahun)
untuk mendapatkan pekerjaan baik dengan gaji yang tinggi untuk dapat
menggunakan uang tersebut untuk membuat diri bahagia. Bahkan dalam dunia kerja
yang sangat sibuk pun dapat timbul kalimat “work
hard play harder”. Seakan-akan hal ini sudah menjadi hal yang lumrah bagi
manusia untuk menikmati hidup ini dengan bersenang-senang. Namun, apakah benar
demikian?
Penulis artikel pillar mengatakan bahwa ia tidak setuju
bahwa manusia hanya hidup sekali, karena ada hidup dalam kekekalan. Hal
tersebut benar jika dilihat dari perspektif kekekalan, namun saya ingin
menyatakan bahwa kalimat you only live
once itu benar, karena memang kita hanya hidup di dunia ini sekali saja.
Alkitab menyatakan bahwa hidup di dunia sementara ini memang hanya sekali saja
dan ujungnya adalah maut. Namun oleh karena kasih Allah kepada dunia ini, Ia
mengaruniakan AnakNya yang tunggal untuk menyelamatkan kita (Yoh 3:16). Jadi
jika dilihat dari hidup di dunia ini, memang kita hanya hidup sekali. Namun
kembali ke pertanyaan sebelumnya, jika benar manusia hanya hidup sekali, apakah
seorang manusia seharusnya bersenang-senang menikmati hidupnya?
Jika mengacu pada pernyataan bahwa manusia mencari
kebahagiaan, maka Alkitab dengan sangat jitu menjawab solusi untuk mendapatkan
bahagia yang sejati. Bagian pertama yang dicatat dalam Alkitab mengenai kotbah
dibukit langsung menyatakan pernyataan bahagia. “Berbahagialah orang yang
miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.”
(Matius 5:3) Disini Kristus, yang merupakan Allah pribadi kedua, langsung
mendobrak paradigma dunia dengan menyatakan bahwa orang bahagia bukan karena
dunia ini, namun karena memiliki Kerajaan Sorga. Dari penyataan bahagia Yesus
ini, maka dapat disimpulkan bahwa kebahagiaan manusia bukanlah menikmati hidup
ini, melainkan hal kerajaan Sorga.
Dari pernyataan diatas, maka kita dapat melihat bahwa
semangat dunia ini memiliki arah yang sama sekali berlawanan arah dengan apa
yang diajarkan Kristus. Sebagai anak-anak Allah yang telah lahir kembali, kita
harus mengaji kembali untuk apa kita hidup di dunia ini. Sebagai anak-anak
Allah, tujuan kita dicipta adalah untuk kembali memuliakan Dia yang menciptakan
kita, menjadi murid-muridNya dan hidup semakin serupa dengan Kristus teladan
kita.
Dalam tujuan hidup manusia yang diciptakan Allah tidak ada
unsur untuk menikmati kelimpahan secara an sich. Jika kita menerima berkat dari
Tuhan kita berupa kondisi ekonomi yang berlebih atau kesehatan yang baik, bukan
berarti kita harus menolak anugerah tersebut. Tuhan tetap menginginkan kita
menikmati pemberianNya. Namun kesenangan kita seharusnya bukanlah didapat
melalui dunia ini melainkan dari Allah saja. Dalam menikmati anugerah yang Allah
berikan, fokus kita haruslah tetap kepadaNya saja. Kegagalan banyak orang
adalah berganti fokus dari Sang Pemberi kepada barang pemberianNya.
Oleh sebab itu, maka kiranya kita semua orang yang telah
ditebus oleh Kristus boleh mengikuti perkataan Kristus akan bagaimana
seharusnya kita mencari kebahagiaan sejati. Mencarinya dengan fokus kepada kekekalan
dengan menggunakan kesementaraan ini. Agar hidup kita boleh menjadi sebuah
persembahan hidup yang harus di hadapan Allah pencipta kita.
Comments
Post a Comment