Ada sebuah masalah besar yang sering terjadi pada umat
Kristen, terutama pada zaman ini. Orang Kristen memiliki kecenderungan untuk
memiliki ketidaksinkronan antara prinsip kekristenan yang ada di otak dengan
tindakan yang dilakukan. Jarak antara kedua hal ini kadang menjadi begitu jauh
sampai kita dapat melakukan hal-hal yang kita tahu itu salah berdasarkan Alkitab,
namun tetap kita lakukan. Padahal mungkin Firman mengenai hal ini secara
spesifik sudah sering disampaikan melalui mimbar, namun tetap saja kita terus
berdosa.
Akar dari permasalahan terjadinya jarak ini adalah ketika
kita sudah mulai menjadi orang yang menganut dualisme. Dualisme adalah paham
dimana kita memisahkan hidup kita di gereja dan di luar gereja, hidup sekuler
dan hidup rohani. Hal ini jelas menentang ajaran Alkitab untuk hidup secara
utuh seperti Kristus. Namun definisi dari zaman postmodern ini terhadap agama
telah membuat kekristenan menjadi sebuah agama. Alhasil hidup kekristenan yang
seharusnya menjadi utuh justru malah
menjadi terfragmentasi.
Jika kita memfragmentasikan hidup kita, itu berarti bahwa
Kristus hanya menjadi sekadar bagian dalam hidup kita. Padahal Alkitab menyatakan bahwa Kristus
harus menjadi yang terutama dan merajai seluruh bagian hidup kita. Dari sanalah
tumbuh buah dari iman kita kepada Tuhan. Tanpa menjadikanNya raja atas hidup
kita, maka kita tidak akan mendapatkan apapun. Kristus berkata kita hanya dapat
mengabdi pada 1 Allah, kita harus memilih Kristus atau mammon yang mewakili hal
duniawi.
Terputarbaliknya segala ajaran ini diakibatkan oleh gereja
yang sudah mulai melenceng dari ajaran yang sejati. Dari waktu ke waktu, jumlah
gereja yang mulai tidak mengabarkan Injil yang sejati semakin bertambah. Hal
ini dapat terjadi karena sejak zaman renaissance, manusia mulai menyadari bahwa diri mereka memiliki hal
yang dapat diandalkan selain Tuhan. Semakin lama manusia menjadi semakin otonom
atas diri mereka sendiri dan tidak mau lagi tunduk kepada siapapun, bahkan
kepada Tuhan sekalipun. Hal ini mengakibatkan semakin sedikit orang yang mau
tunduk pada Injil yang sejati. Alhasil, gereja-gereja yang tidak setia kepada
Firman yang sejati mulai mengkompromikan ajaran mereka agar disukai orang
banyak.
Dengan semakin sedikitnya gereja yang mau mengajarkan
doktrin yang benar dan mengabarkan Injil yang sejati, maka pola pikir umat
Kristen akan semakin rusak. Bahkan mereka yang menerima ajaran yang benar pun
akan sedikit banyak terpengaruh oleh dunia ini. Ini akan berujung kepada jarak
antara pikiran dan tindakan yang semakin jauh dan semakin tidak terseberangi.
Oleh sebab itu, dibutuhkan sebuah jembatan, yang kembali menghubungkan apa yang
ada di pikiran kita yang merupakan ajaran-ajaran gereja dengan tindakan kita.
Part 2: http://gratiascriptura.blogspot.com/2013/04/the-spiritual-bridge-part-2-solution.html
Part 2: http://gratiascriptura.blogspot.com/2013/04/the-spiritual-bridge-part-2-solution.html
Comments
Post a Comment